®KOMPAS GL,🌎BAL News.
DPRD Labuhanbatu Menolak Berdirinya PKS PT. Pulo Padang Sawit Permai.
Ranto Prapat l.batu.
Menindaklanjuti Surat dari Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat Pulo Padang Melawan (AMMPPM) Nomor : 003/MPL&MPPM/V/2024 tertanggal 31 Mei 2024 Perihal Pemberitahuan Aksi Unjuk Rasa di depan Kantor DPRD Kabupaten Labuhanbatu. Oleh karena itu Ketua DPRD Kabupaten Labuhanbatu mengundang Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat Pulo Padang untuk mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Pimpinan DPRD dan Lintas Komisi I, II, III, IV pada hari Senin 10 Juni 2024 Pukul 14.00 Wib bertempat diruang Rapat Komisi 1 DPRD Labuhanbatu.
Adapun agenda dalam RDP ini yakni menanggapi Aspirasi dari Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat Pulo Padang Melawan.
Kegiatan RDP tersebut dipimpin Langsung oleh Ketua DPRD Labuhanbatu, Meika Rianti Siregar dan didampingi oleh Wakil Ketua I, Abdul Karim Hasibuan, Wakil Ketua II, Burhanuddin Harahap, dan beberapa anggota DPRD dari setiap Komisi seperti Sudin Satia Raja Harahap, Fauzi, Saptono, Rudi Saragih, Mat Noor Ritonga, dan beberapa anggota Dewan lainnya
Pimpinan Rapat langsung mempersilahkan perwakilan dari Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat Pulo Padang untuk memaparkan Aspirasinya di depan seluruh peserta RDP.
Amos Sihombing, salah satu Kordinator Aksi memaparkan bahwa konflik yang terjadi di Pulo Padang sudah berlangsung kurang lebih delapan Tahun lamanya, awal mula terjadinya konflik tersebut ketika masyarakat mengetahui bahwa diKelurahan Pulo Padang, Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhanbatu, akan didirikan Pabrik Kelapa Sawit (PKS) PT. Pulo Padang Sawit Permai. Yang semulanya dari keterangan yang diberikan kepada masyarakat bahwa ditempat tersebut bukan mau mendirikan PKS melainkan pembangunan pemukiman Perumahan Rakyat, akan tetapi hal itu hanyalah siasat jahat agar proses pembangunan PKS berjalan dengan lancar. Disitulah awal mulanya konflikpun terjadi dan masyarakatpun berbondong bondong melakukan penolakan terkait berdirinya Pabrik Kelapa Sawit diarea pemukiman tersebut.
Amos juga menambahkan bahwa berdirinya Pabrik tersebut sudah melanggar dan mengangkangi beberapa aturan yang ada seperti UUD 1945 pada Pasal 28 H ayat (1), Undang – undang No 39 Tahun 1999 Tentang Hak Azasi Manusia, UU No 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Peraturan Mentri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 40/M-IND/PER/7/2016 Tentang Pedoman Teknis Pembangunan Kawasan Industri, UU No 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2016 Tentang Tata Ruang Wilayah Kabupaten Labuhanbatu 2015-2035, Surat Keputusan Gubernur Nomor 188.44/594/kpts/2015 Tentang Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Labuhanbatu 2015-2035. Dan beberapa peratutan peraturan lainnya.
Senada dengan itu Wiwi Malpino Hasibuan, salah satu Koordinator aksi juga menjelaskan bahwa berdasarkan Peraturan Daerah yang ada bahwa di Kecamatan Rantau Utara bukan termasuk kawasan Industri melainkan kawasan pemukiman masyarakat.
Delapan tahun lamanya Masyarakat bersama Mahasiswa melakukan perlawanan terhadap berdirinya PKS PT. PPSP, hal itu bukan tidak mendasar akan tetapi memang jelas berdirinya Pabrik tersebut sudah mengangkangi peraturan Perundang undangan yang ada. Puncaknya pada tanggal 20 Mei 2024 kemarin Mahasiswa dan Masyarakat melakukan aksi unjuk rasa didekat Pabrik PT. PPSP, mereka menolak berdirinya pabrik yang sangat merugikan warga sekitar, akan tetapi disaat mereka melakukan aksi unjuk rasa, Kepolisian Resort Labuhanbatu melakukan penangkapan terhadap enam orang yang terdiri dari tiga Mahasiswa dan tiga Masyarakat Pulo Padang”. Paparnya
“Kami sangat menyayangkan atas tindakan penangkapan oleh Polres Labuhanbatu terhadap Gustina Salim Rambe. Kami sangat bingung terkait SOP penangkapan mahasiswa dan masyarakat tersebut. Proses penangkapanpun dilakukan dengan cara dipaksa, diseret dan ditarik. Kami sangat bingung kenapa proses penangkapan dilakukan secara brutal, dan tidak ada menunjukkan surat penangkapan kepada enam orang tersebut. Mereka ditangkap karena telah melakukan penghadangan jalan pada saat melakukan aksi unjuk rasa tetapi setelah ditangkap dan dibawak kepolres Labuhanbatu Gustina malah disangkakan telah melakukan tindak pidana melawan petugas”. Paparnya
menjelaskan bahwa ia dan seluruh wakil rakyat yang duduk di DPRD Labuhanbatu pasti selalu Pro terhadap Rakyat. Terkait konflik di Pulo Padang jika masyarakat pengen Pabrik itu ditutup karena sudah banyak melanggar aturan ayok sama sama kita cari cara bagaimana untuk menutup Pabrik tersebut.
“Pada saat pembuatan Rancangan Perda Nomor 3 Tahun 2016 Tentang Tata Ruang Wilayah Kabupaten Labuhanbatu 2015-2035, saya ikut serta disitu dan saya tau betul terkait beberapa pasal yang berubah pasca keluarnya Surat Keputusan Gubernur Nomor 188.44/594/kpts/2015 Tentang Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Labuhanbatu 2015-2035. Yang mana inti dari peraturan tersebut yaitu di Kecamatan Rantau Utara tidak diperbolehkan berdiri Pabrik Kelapa Sawit karena di Kecamatan Rantau Utara bukan merupakan kawasan Industri, melainkan yang termasuk kawasan industri yaitu di Kecamatan Rantau Selatan. Dan terkait izin-izin pabrik PT. PPSP pada saat itu tidak ada yang berani mengeluarkan izin tersebut, sampai kalau saya tidak lupa ada beberapa kali pergantian Kepala Dinas Perizinan Labuhanbatu di masa bupati Pangonal Harahap karena tidak berani mengeluarkan surat izin pabrik tersebut”. Ucapnya
Dan saya sependapat dengan rekan saya Rudi bahwa hal ini perlu diadakan RDP kembali dan panggil itu seluruh Instansi terkait dan Managemen Perusahaan agar setelah itu kita bisa memberikan Rekomendasi apa terhadap PT. PPSP. Dan ini juga perlu kami dari anggota dewan agar pergi ke salah satu contoh Pabrik yang sudah di tutup agar kami juga bisa mengetahui dan membandingkan bagaimana proses dan tata cara penutupan suatu Pabrik yang sudah berdiri dan beroperasi. Tutupnya
Dilanjutkan Abdul Karim Hasibuan, Wakil Ketua I DPRD dan juga merupakan dari Fraksi Partai Gerindra mengatakan dengan tegas bahwa ia dan Fraksi Gerindra dari awal mula pabrik PT. PPSP berdiri sampai saat ini tetap konsisten menolak keras atas berdirinya Pabrik yang bukan ditempat yang sudah diatur oleh Peraturan yang ada.
“Saya merupakan salah satu orang yang ikut merancang dan mengesahkan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2016 Tentang Tata Ruang Wilayah Kabupaten Labuhanbatu 2015-2035. Oleh karena itu, Pabrik PT. PPSP sudah melanggar aturan yang sudah dibuat oleh DPRD Labuhanbatu, untuk itu segera lakukan RDP kembali dan panggil Dinas Perizinan Labuhanbatu, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Perhubungan, Polres Labuhanbatu, Kodim 0209 Labuhanbatu, Satpol PP, Managamen Perusahaan, Mahasiswa dan Masyarakat Pulo Padang. Disitu akan kita kupas habis jika mereka katanya memegang izin, tunjukkan izin apa yang mereka peroleh dan peruntukannya untuk apa. Setelah RDP tersebut baru kita keluarkan Rekomendasi terhadap Pabrik tersebut”. Paparnya
Terkait Gustina Salim Rambe dan kawan kawan, saya sepakat untuk dikeluarkan Rekomendasi Penangguhan Penahanan dan Rekomendasi untuk mengevaluasi kembali status Tersangka dari Gustina dan Kawan-kawan. Tutupnya
Setelah saling lontar pendapat masing-masing peserta Rapat, Pimpinan Rapatpun menutup RDP tersebut dengan kesimpulan akan segera menjadwalkan Rapat Dengar Pendapat kembali dan memanggil seluruh instansi terkait, managemen Perusahaan, Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat Pulo Padang Melawan, untuk mendapatkan solusi serta langkah apa yang akan diambil terhadap berdirinya PT. PPSP. Dan terkait Gustina Salim Rambe dan kawan-kawan akan segera dikeluarkan Surat Rekomendasi Penangguhan Penahanan dan Rekomendasi agar status Tersangka dari Gustina dan Kawan kawan untuk di Evaluasi kembali. Adapun waktu yang diperlukan agar surat rekomendasi itu keluar paling lama dua hari pasca RDP ini dilaksanakan.
"DEKA*
Komentar
Posting Komentar